Prodi HKI UMM beri Tips Hadapi Masalah Keluarga Kekinian

Kamis, 21 Juli 2022 00:22 WIB   Administrator

Kamis, 7 Juli 2022, Program Studi (Prodi) Hukum Keluarga Islam (HKI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) berkesempatan menghadirkan Prof. Alimatul Qibtiyah, S.Ag., M.Si., P.hD. selaku Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Republik Indonesia (RI) untuk memberi penjelasan mengenai masalah yang dihadapi oleh keluarga kekinian dan juga menawarkan solusi apa yang seharusnya keluarga lakukan.

Keluarga bukan hanya dipimpin oleh seorang ayah, begitupun dengan urusan mendidik yang bukan menjadi beban ibu saja. Tetapi keduanya harus saling bahu membahu membangun keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Hal tersebut diungkapkan oleh Prof. Alimatul Qibtiyah, S.Ag., M.Si., P.hD. dalam sebuah Talkshow Keluarga Kekinian.

Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Republik Indonesia (RI) itu menjelaskan bahwa saat ini, ibu masih menjadi pihak yang berkontribusi banyak dalam urusan mendidik anak. Sedangkan ayah sibuk pergi mencari nafkah. Padahal menurutnya, seorang anak memerlukan kehadiran sosok ayah dalam tumbuh kembangnya. 

“Tidak harus semua urusan rumah tangga dan mendidik anak diserahkan ke ibu. Harus ada campur tangan ayah sehingga bisa membangun hubungan hangat di antara anggota keluarga,” ucapnya.

Di samping itu, ia juga menjelaskan bebarapa permasalahan keluarga kontemporer. Salah satunya tingginya gugatan cerai yang ada. Berdasarkan penelitiannya, banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka perceraian di Indonesia. Di antaranya ketikdakharmonisan dalam keluarga, masih terbelenggu oleh budaya lama dan ancaman baru teknologi digital.

Dengan perkembangan teknologi digital yang semakin maju, bukan berarti masalah akan hilang. Justru malah memunculkan masalah baru bagi keluarga masa kini. Mulai dari perundungan yang makin masif, pelecehan di media sosial, kecanduan, penipuan dan sederet lainnya. “Perkembangan teknologi bukan hanya memunculkan solusi dan cara baru, tetapi juga memunculkan problem baru. Coba kita lihat, bagaimana kini kedekatan orang tua dan anak terasa kurang dan malah lebih fokus pada gawainya masing-masing,” paparnya.

Belum lagi adanya pandemi yang menambah beban dan masalah. Dapat dilihat dari beban pendidikan yang memberatkan ibu karena harus memahami semua mata pelajaran. Apalagi jika ia bekerja. Selain itu, kekerasan dalam rumah tangga juga terus meningkat 85% untuk perempuan dan 10% untuk laki-laki. Pun dengan naiknya persentase pernikahan anak di bawah umur.

“Budaya patriarki di Indonesia belum bisa hilang. Masih banyak sang ibu memikul beban yang berat, hal ini masih terjadi karena kebanyakan laki-laki berpikir kodratnya hanya mencari nafkah, sedangkan perempuan menjadi ibu rumah tangga. Mindset ini perlu diubah, keduanya harus saling membantu agar keluarga yang dibangun menjadi lebih baik,” imbuhnya.

Pada akhir pemaparannya, Alim memberikan tips untuk mengembalikan spirit berkeluarga yang sakinah. Salah satunya adalah dengan membuat fleksibel peran dari seorang ayah atau ibu sehingga bisa saling menutupi kekurangan dalam berkeluarga. Kemudian juga mampu menciptakan lingkungan yang ayaman sehingga dapat mencinptakan konsep baiti jannati. Menjadikan rumah sebagai hunian yang baik untuk kesehatan jasmania maupun rohani. Terakhir mampu memahami hobbi dan kesukaan setiap anggota keluarga yang ada.

Sementara itu, Pradana Boy ZTF, MA., Ph.D. selaku pemateri kedua menjelaskan terkait kondisi keluarga masa kini yang memiliki banyak tantangan. Misalnya saja pandangan keluarga akan gaji istri yang lebih tinggi ketimbang suami. Pun dengan keluarga berjarak atau long distance marriage (LDM) dan sederet lainnya.

Perubahan sosial juga mengubah perilaku masyarakat dalam berkeluargnya. Misalnya saja para orang tua yang kini lebih mementingkan dan fokus pada karir. Sementara anak-anaknya dititipkan. Meski sebagian menggapnya bukan masalah, tapi banyak keluarga yang harus menghadapi tantangan tersebut. 

“Apalagi perubahan sosial itu diiringi juga dengan perkembangan teknologi yang mengubah kebiasaan masyarakat. Pun dengan pemahaman ideologi baru. Maka, pemahaman baru dan langkah-langkah baru dalam berkeluarga peru diperbarui dan dipahami,” pungkasnya. (haq/wil/sz/ika)

Shared: