Pentingnya Pemahaman Kriteria Jaminan Halal, Lab Syari'ah Kembali Undang Pakar Penyelia Halal

Sabtu, 17 April 2021 10:52 WIB

Jum'at, 16 April 2021, Laboratorium Syariah Prodi Hukum Keluarga Islam kembali mengundang pakar dalam bidang Penyelia Halal yaitu Idaul Hasanah, S.Ag.,M.H.I. dalam sesi seminar selama dua jam, Bu Ida, begitu beliau akrab disapa, menekankan pentingnya perlindungan terhadap Hak Konsumen terutama dalam bidang makanan dan minuman halal, mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama muslim, sehingga perlu ada regulasi khusus terkait penjaminan halal. Dalam pemaparannya, Bu Ida juga menekankan, selain makanan tersebut harus Halal, juga diharuskan thayyib (baik), dalam arti penamaannya tidak boleh menyerupai barang haram, seperti minuman Rootbeer, meskipun tidak mengandung alkohol namun penamaan yang tidak sesuai tentu tidak akan memenuhi standar kehalalan suatu makanan.

Kandidat Doktor UIN Walisongo ini juga menyampaikan, pentingnya pemenuhan Kriteria Jaminan Halal untuk mengkaji halal dan thayyib nya suatu bahan makanan. Sebelas Kriteria Jaminan Halal MUI meliputi, pertama Kebijakan halal,  sebelum mengajukan Jaminan Halal ke MUI, perusahaan harus mempunyai itikad untuk menerapkan kebijakan halal dalam setiap proses produksinya. Kebijakan tersebut harus diterapkan secara tertulis juga serta disosialisasikan kepada seluruh karyawan melalui pelatihan, poster dan sebagainya.

Kedua,adanya tim manajemen halal dalam perusahaan yang tugasnya meliputi perencanaan, implementasi, evaluasi, dan perbaikan Sistem Jaminan Halal. Penetapan Tim Manajemen Halal berdasarkan keputusan pimpinan perusahaan. Ketiga, Perusahaan harus memberi pelatihan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia Pelatihan terkait kompetensi halal. Keempat, Kriteria bahan makanan produksi harus bersumber dari bahan yang telah jelas kehalalannya, meliputi bahan Baku, bahan tambahan serta bahan penolong. Kelima, produk harus memenuhi syarat kriteria sebagai produk yang bisa didaftarkan kehalalanya, antara lain harus memuat nama produk, brand/merk, kadar etanol dan sebagainya.

Keenam, Fasilitas produksi harus bebas dari barang najis meliputi bangunan, ruangan, mesin, peralatan utama, peralatan pembantu sejak penyiapan bahan, proses utama, hingga penyimpanan produk. Ketujuh, harus mempunyai SOP bahan makanan mulai dari seleksi bahan baku, pembelian bahan baku, formulasi produk, produksi, pencucian sampai penyimpanan. Kedelapan, Perusahaan harus mempunyai prosedur untuk menjamin ketertelusuran produk yang disertifikasi. Maksud ketertelusuran yakni selalu dapat dibuktikan bahwa produk yang disertifikasi berasal dari bahan yang disetujui dan diproduksi di fasilitas yang memenuhi kriteria.

Kesembilan, Perusahaan harus mempunyai prosedur untuk menangani produk yang tidak memenuhi kriteria. Prosedur harus memuat definisi yang tepat tentang produk ini dan cara menanganinya. Kesepuluh, Audit halal yakni suatu pemeriksaan yang sistematis dan independent untuk menentukan apakah kegiatan menjaga mutu serta hasilnya telah dilaksanakan secara efektif sesuai dengan rencana yang ditetapkan untuk mencapai tujuan . Audit sistem manajemen menggunakan Standar ISO 19011. Terakhir, Manajemen puncak harus melakukan kaji ulang sistem manajemen halal organisasi minimal 1 kali dalam setahun untuk memastikan kesesuaian, kecukupan, dan efektivitasnya.

Dalam penutupnya, Bu Ida mengingatkan kembali pentingnya sarjana Hukum Islam menguasai bidang penyelia halal karena dalam menentukan hukum haram atau halal suatu produk, perlu diketahui titik kritis dan argumentasinya. (ika)

Shared: