Rabu siang, 29 Juni 2022, di Hotel Gajah Mada, Malang, Dosen Prodi Hukum Keluarga Islam (HKI), Pradana Boy Zulian, PhD menghadiri dan menjadi salah seorang narasumber kunci pada agenda Seminar Nasional dan Deklarasi Bersama "Penanggulangan Radikalisme dan Terorisme di Indonesia.
"Bersama dengan Pradana Boy Zulian, PhD adalah Kombespol Ami Prindani, S.I.K., M.Si, Direktur Pencegahan Densus 88 Polri, Islah Bahrawi, Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, dan Eka Mahendra, S.I.K., M.Si, Kasubdit Kontra Naratif Densus 88 Polri.
Ami Prindani menyebutkan bahwa trend intoleransi, radikalisme dan terorisme naik dalam sepuluh tahun terakhir. Sekurang-kurangnya ada 2000an penangkapan yang dilakukan oleh Densus 88. Bahkan, persoalan ini merembet ke berbagai institusi pemerintahan. Tentu saja hal ini menjadi pekerjaan rumah yang besar.
Sementara itu, menurut Eka Mahendra, proses radikalisme yang terjadi perlu dihadang. Hal itu memerlukan kontra narasi yang tepat dan strategis. Karena akar masalahnya adalah fragmentasi politik dan konflik antar dan intra agama. Hal ini kemudian menimbulkan truth claim, lalu berlanjut pada intoleransi, ekstremisme dan pada puncaknya menjadi terorisme.
Selaras yang disampaikan oleh Eka Mahendra, Islah Bahrawi menjelaskan bahwa instrumentalisasi agama untuk kepentingan politik seringkali mendorong percepatan radikalisasi. Atas dasar berbagai kepentingan, termasuk politik, lalu mendorong untuk melakukan homogenisasi ajaran agama. Kepentingan supremasi kekuasaan, merujuk kepada sejarah, seringkali memicu tumbuh-suburnya ekstremisme.
Pradana Boy Zulian mengatakan bahwa yang harus dilakukan untuk mengatasi ini semua adalah memperdalam agama dan pemajuan ilmu pengetahuan. Di samping itu, ideologisasi Islam moderat atau Islam wasathiyyah harus dilakukan secara massif. Bahkan harus mengikuti trend terkini, yakni melalui berbagai platform media sosial.[hb]