Bedah Buku Ijtihad Kontemporer Muhammadiyah Dar al-‘Ahd wa al-Shahadah: Elaborasi Siyar dan Pancasila, Karya Dosen HKI

Minggu, 29 November 2020 11:32 WIB   Administrator

 

Buku Ijtihad Kontemporer Muhammadiyah Dar al-‘Ahd wa al-Shahadah: Elaborasi Siyar dan Pancasila karya Hasnan Bachtiar yang merupakan Dosen di Prodi HKI FAI UMM ini dibedah oleh mantan Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin, dosen Unika Widya Mandala Prof Anita Lie, dan Kapordi Magister Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah Prof Amelia Fauzia, serta dimoderatori Diana Pratiwi. Kolaborasi Aliansi Universitas Indonesia Toleran, Jaringan Intelektual Berkemajuan, Indonesian Diaspora Network Australia, dan Suara Muhammadiyah yang telah diselenggarakan pada 28 November 2020. 

Buku yang terinsipirasi dari penelitian magister di bawah bimbingan Prof James Piscatori ini mengaktualkan konsep siyar yang mulanya merupakan disiplin tentang hukum perang dan hubungan internasional dalam kajian Islam yang berkaitan dengan teritori Islam dan teritori non-Islam. Dalam praktiknya, siyar juga berkaitan dengan relasi Islam dan non-Muslim, termasuk di dalamnya tentang pembagian wilayah Islam (dal al-Islam) dan wilayah non-Islam (dar al-harb). Di era negara bangsa, sebagian kalangan Muslim masih merindukan hadirnya negara Islam yang berimplikasi pada relasi dengan warga negara lainnya.

Buku ini terbit di momentum yang tepat, isu tentang dar al-ahd wa syahadah bukan isu yang baru di kalangan internal Muhammadiyah. Merujuk pada sikap Pak AR Fachruddin sebagai Ketua PP Muhammadiyah yang sangat moderat dalam menegosiasikan Pancasila dan Islam ketika Presiden Soeharto memberlakukan asas tunggal di tahun 1985," ungkap Lukman Hakim Saifuddin.

Mengutip dari Suara Muhammadiyah, ada dua poin penting dari buku ini yang dipahami oleh Lukman Hakim. Pertama, Muhammadiyah melalui konsepsi darul ahdi wa syahadah ingin menenguhkan dan menegaskan bahwa Pancasila adalah darul ahdi. Dalam Al-Qur’an dan hadis, kata Lukman, tidak dikenal darul Islam. Konsepsi bernegara merupakan wilayah ijtihad. Kedua, Muhammadiyah merasa bahwa tidak cukup hanya meneguhkan komitmen, namun juga harus memelihara dan mengisi konsensus ini untuk memecahkan masalah bersama. Darul syahadah bermaksud melahirkan tanggung jawab untuk menjadi saksi dan berkonstribusi aktif memecahkan masalah-masalah bangsa. (LA)

Shared: